Karya: Raina Premiera Gumay

Art Camp merupakan sebuah acara pertukaran budaya internasional bagi generasi muda dari Singapura, Malaysia, Indonesia, dan Jepang mencakup program seni visual, tari, musik, dan wisata. Nama saya Raina Premiera Gumay dari kelas XD dan saya terbang ke Jepang pada 19-25 September 2024 lalu sebagai perwakilan Indonesia dalam acara ini. Terdapat 2 peserta dari Indonesia (termasuk Raina), 2 peserta dari Malaysia, 3 peserta dari Singapura, dan 4 peserta dari Jepang. Usia kami tidak jauh berbeda, jadi tidak butuh waktu lama untuk akrab. Uniknya, acara ini tidak diselenggarakan di ibu kota, yaitu Tokyo. Acara ini berlangsung selama 4 hari di kota Fujisawa, Jepang. Selama 4 hari tersebut, Raina dan para peserta berkeliling ke berbagai daerah di kota Fujisawa, termasuk Misono dan Enoshima. Selain itu, kami juga mengenal budaya Jepang saat berkunjung ke kota Kamakura. Setiap hari, kami menggunakan transportasi umum kereta untuk mencapai tempat-tempat kegiatan dilaksanakan.Hari pertama dihabiskan di rumah asuh di daerah Misono. Pada hari pertama, diadakan lokakarya seni visual, kami membuat pelangi menggunakan foto-foto yang kami ambil dengan berbagai warna, diakhiri dengan nama dan tanda tangan kami. Say merasa senang dapat berkenalan dengan anak-anak di Misono karena mereka telah menyambut kami dengan hangat dan saya merasa diterima dengan baik. Pada hari yang sama setelah makan siang, kami mengikuti lokakarya tari. Bersama anak-anak di Misono, kami belajar rutinitas tarian lagu “StaRt” karya Mrs. Apple Green. Lagu itu akan selalu mengingatkan saya pada waktu menyenangkan saat menari bersama mereka semua.Hari kedua juga dihabiskan di rumah asuh yang sama di daerah Misono. Kami mengikuti lokakarya drum tradisional Jepang. Wadaiko, atau Taiko untuk singkatnya, adalah serangkaian alat musik perkusi khas Jepang yang terbuat dari kulit sapi. Karena terbuat dari kulit sapi, alat musik ini menjadi sangat sensitif, sehingga tidak boleh terkena air. Bahkan, tidak boleh dipegang oleh tangan kosong karena dapat merusak kualitas alat musiknya. Setelah matahari terbenam, kami mengadakan makan malam perpisahan dengan semua anak-anak di Misono. Selama 2 hari itu, Raina lebih banyak menghabiskan waktu dengan anak-anak kecil di Misono. Saya percaya bahwa semua anak berhak mendapatkan kasih sayang, terlebih lagi di usia mereka yang masih sangat membutuhkan bimbingan orang tua. Dengan pengalaman ini, hati saya terpanggil untuk memberikan kasih sayang kepada anak-anak yang membutuhkan. Mungkin itu menjadi alasan sehingga mereka menjadi cepat dekat dan nyaman dengan Raina. Pada hari ketiga, kami pergi ke kota Kamakura. Kami mengunjungi Patung Buddha Besar dan mempelajari sejarah agama dan kepercayaan Jepang. Di dalam patung Buddha besar tersebut terdapat patung Buddha kecil dan di sampingnya ada sandal besar untuk dipakai saat ia bangun. Dipercaya bahwa Patung Buddha Besar akan meluncur ke laut jika terjadi gempa bumi besar. Saat kami pergi ke Kuil Tsurugaoka Hachimangu di Kamakura, ada banyak orang yang sedang berdoa kepada Buddha. Keindahan setiap sudut kuil itu kami abadikan dalam foto-foto. Setelah itu, kami membeli minuman Matcha dan makan beberapa makanan jalanan di Jalan Komachidori. Pada akhirnya, kami semua berpelukan, mengucapkan terima kasih, serta mengucapkan selamat tinggal.Acara ini benar-benar membuat saya merasa seolah menemukan keluarga baru. Saya sangat bahagia dan bersyukur bisa mengenal teman-teman baru dari berbagai negara. Meskipun kami hanya bersama selama empat hari, saya merasakan ikatan yang istimewa di antara kami semua. Sya merasa sangat bersyukur karena ditunjuk oleh Yayasan Asa Sehati untuk diterbangkan ke Jepang dalam rangka mengikuti acara Art Camp 2024 ini. Acara ini membuka pandangan baru bahwa Jepang bisa menjadi peluang bagi masa depan saya dan anak-anak Indonesia. Yang paling utama, Art Camp 2024 mengingatkan Raina untuk selalu menyebarkan kebaikan dan bersyukur atas segala nikmat yang Allah SWT karuniakan kepada saya, Raina.