Penulis: Subhan
Peristiwa perlombaan olahraga tahunan yang diadakan oleh SMA Labschool Kebayoran 15 – 26 Januari 2024, Skybattle, baru saja usai. Perhelatan ini meninggalkan kesan yang sangat baik bagi para peserta seantero Jabodetabek. Dinilai baik karena panitia sudah menunjukkan kerja sangat profesional, jujur, ramah, dan sangat membantu para peserta. Selain itu, Skybattle 2024 pun meninggalkan kesan kreativitas yang memukau baik pada masa pembukaan ataupun penutupan.
Opening SkyBattle dimulai pada pukul 12.30 di Hall Basket SMA Labschool yang dihadiri oleh Walikota Jakarta Selatan, menghadirkan penampilan spektakuler dari siswa-siswi SMA Labschool Kebayoran. Ada berbagai macam penampilan, yang diawali dengan mini drama, menampilkan manusia yang sedang berburu hantu, sesuai dengan tema SkyBattle tahun Ini yaitu “Haunt Hunters”. Dilanjut dengan penampilan modern dance dari tim Dazzling, dan terakhir ada juga penampilan dari lamuru yang tentunya juga merepresentasikan tema SkyBattle. Opening SkyBattle tahun ini sangat meriah, dekorasi, kostum, properti, pencahayaan, dan makeup yang digunakan dapat merepresentasikan temanya dengan baik.
Kemeriahan pada pembukaan lebih disempurnakan manakala panitia menutup acara Skybattle dengan perfomance spesial dari Lamuru dan Dazzling pada malam penutupan 26 Januari 2024 senyatanya ratusan penonton di GOR Soemantri telah menjadi saksi kemeriahan itu.
“Mendung Prestasi”
Serunya pesta pembukaan dan penutupan, kerja profesional panitia, dan apresiasi peserta atas layanan Skybattle 2024 ternyata menyisakan pekerjaan rumah untuk guru pembimbing khususnya guru pembimbing cabang ekstrakurikuler, pelatih, guru olahraga, dan manajemen Majelis Pembina Ekstrakurikuler. PR ini dilatari oleh kenyataan bahwa banyak cabang olahraga dan seni yang diikuti SMA Labschool Kebayoran tetapi tidak berujung juara.
Sebut saja cabang badminton. Tim SMA Labsky berguguran di babak-babak penyisihan. Tim Futsal B, gugur di babak penyisihan, beruntung tim A bertahan sampai babak semi final walaupun akhirnya harus menyerah kalah oleh SMAN 32 pada perebutan juara 3. Cabang basket, khususnya putra biasanya menjadi laga yang paling ditunggu sebagaimana Skybattle tahun 2023 berhasil menuju babak final. Kini nasibnya tidak lebih baik. Diawali dengan kekalahan tim basket putri yang sudah menyerah di babak penyisihan. Kekalahan demi kekalahan dipertontonkan oleh tim basket putra. Tim basket putra dikelompokkan atas dasar kekhususan bukan pertimbangan keunggulan.
Tim A adalah tim ekstrakurikuler, tim B adalah tim Vastagana, dan tim C adalah tim inti. Ternyata pengelompokkan secara khusus ini menjadikan kelemahan tim. Hal ini diindikasikan dengan rontoknya tim ekstrakurikuer dan tim inti di babak penyisihan, sementara tim Vastagana yang isinya adalah tim yang terdiri dari siswa angkatan Vastagana, beruntung, menembus babak semi final yang akhirnya pun harus kandas oleh tim basket putra dari SMAN 6.
Catatan memprihatinkan pun terjadi di cabang lomba seni seperti tari saman, tim Labsky tidak disebutkan namanya sebagai salah satu juara. Beruntung pada cabang olahraga permainan, play station, SMA Labsky masih mendokumentasikan nama Khayru sebagai salah satu juara. Prestasi Khayru ini mampu menyelamatkan dari keadaan yang lebih memprihatinkan.
Demikian catatan perjalanan singkat dibalik gagalnya SMA Labsky mendulang prestasi pada musim Skybattle tahun 2024. Pertanyaannya, mengapa prestasi tahun 2024 ini menurun jauh dibandingkan prestasi tahun sebelumnya?
Egosime kelompok, Skill dan PD minus, Manajemen Panitia
Berdasarkan wawancara yang dilakukan penulis dengan beberapa guru yang terlibat dalam pembinaan sekaligus melakukan pengamatan maka tiga hal di atas memiliki kontribusi besar terpuruknya prestasi SMA Labsky baik di cabang olahraga, seni, dan permainan. Pecahnya dua tim basket putra menjadi tiga kelompok terbaru menggambarkan tatakelola yang tidak berstandar. Standar yang benar dan sudah menjadi tradisi di pengelolaan Labsky adalah dibentuk atas tim A dan tim B. Tim A beranggotakan atlet dengan keterampilan yang unggul sementara tim B beranggotakan atlet dalam proses unggul. Pecahnya tim ini juga dimungkinkan adanya egoisme kelompok yang berpikir agak sensitif dan emosional. Adapun kekalahan di awal-awal tim basket putri lebih pada kemampuan fisik yang masih standar.
Pada cabang futsal, Labsky mengirimkan dua tim untuk berlaga, keterpurukannya lebih kepada skill yang masih perlu banyak latihan. Kompetensi skill yang belum mumpuni ini berpengaruh juga ke mental pemain sehingga tampil tidak percaya diri. Kondisi ini berimplikasi besar pada pengembangan permainan yang mandek yang ujungnya tersingkir.
Tim futsal dengan cabang badminton kondisinya identik, seperti bayi kembar, padahal dalam catatan manajemen MPE, peserta peminat badminton jumlahnya sangat besar mencapai 60 peserta tetapi motif keberminatannya hanyalah untuk sekadar menyalurkan kesenangan saja. Wajar jika kemudian nasib tim badminton pun harus tersungkur karena skill, kemampuan fisik, strategi, dan motivasi juaranya masih perlu pembinaan ekstra.
Lantas apa pula alasan tim tari tradisional Labsky ikut-ikutan kandas? Kriteria penilaian ari tradisional saman biasanya meliputi, teknik gerak, kekompakan, penghayatan, penampilan, dan ketepatan waktu. Berdasarkan amatan dari salah satu pembina disebutkan bahwa tim Labsky tidak menunjukkan semangat saat menari, ini menggambarkan bahwa ekpresi penghayatan yang minus. Selain itu, terlihat salah satu peserta tim mengalami insiden berupa atribut tari yang lepas saat penilaian. Hal ini menimbulkan ketidakkompakan dan penampilan yang kurang secara keseluruhan.
Pada olahraga permainan berupa mobile legend, tim Labsky pun tak mampu “bersuara” banyak dan harus mengakui keunggulan tim lawan. Bersyukur pada permainan play station, Khayru salah satu atlet Labsky mampu mengunguli lawan sehingga lewat kemenangannya nama SMA Labsky sedikit terangkat.
Poin lain yang tidak bisa dikesampingkan karena potensinya melemahkan prestasi adalah manajemen panitia yang melibatkan atlet dalam strukturnya yang strategis. Tentunya pelibatan atlet dalam struktur panitia menjadi beban tersendiri. Satu sisi, atlet harus mampu bertanding dengan baik, tetapi di sisi lain atlet dipaksa juga mengelola seksi yang menjadi tanggung jawabnya. Satu hal yang tidak proporsional dan tidak profesional yang berdampak pada lemahnya target atlet. Wajar saja jika Skybattle tahun 2024 ini ibarat cuaca yang sedang mendung, tampak gelap dan tidak cerah.
Fenomena ini seharusnya menjadi kewajiban moral kita, utamanya personal yang bersinggungan langsung dengan kepembinaan dan kepelatihan cabang lomba, kepanitiaan, pembina OSIS (MPO), dan manajemen ekstrakurikuler (MPE) untuk terus berupaya memperbaiki dan meningkatkan prestasi. Sebaliknya, jika abai dengan realita ini rasanya kita sedang menyengaja jatuh di lubang yang sama.