Penulis: Keyla Nindya (X MIPA 1)

Sekolah di Indonesia (unicef.org)

Jakarta Selatan – Implementasi dari sistem pendidikan sekarang patut dipertanyakan. Seharusnya, sistem pendidikan di sekolah yang baik akan menghasilkan anak didik yang baik pula. Namun, masyarakat sekarang keliru dalam memahami arti dari sekolah itu sendiri. Kami sebagai siswa, bersekolah bukan hanya untuk menjadi pintar. Melainkan kami juga belajar bagaimana cara hidup, kami belajar memahami sesama, serta kami juga belajar bagaimana cara bersosialisasi dengan tujuan agar berguna untuk masyarakat kelak.

Stigma masyarakat bahwasannya siswa yang pintar adalah siswa yang mendapat Perguruan Tinggi Negeri  terasa seperti hunusan pedang. Akibatnya, siswa berlomba-lomba untuk menjadi yang terbaik di bidang eksak. Dalam kamus tersebut, mereka dielu-elukan, menjadi kebanggaan orang tua, dan diapresiasi sekitar. Pada zaman digital yang telah terpengaruh globalisasi, tentu siswa diperkenalkan kepada berbagai jenis apek baru kehidupan yang semakin kompleks. Hal ini, membuat siswa terus dipaksa keadaan untuk mengikuti perkembangan zaman yang tidak ada habisnya.  

Siswa diharapkan untuk mendapat nilai yang baik di segala bidang. Lalu, bagaimana jika hanya mendapat nilai yang baik dalam satu bidang saja? Apakah itu tidak pantas disebut pintar? Lantas, apakah siswa yang bisa bermain musik bodoh? Apakah siswa yang bisa menggambar bodoh?  Apakah siswa yang bisa berbahasa asing bodoh? Mungkin ini klasik, tapi begitulah nyatanya.

Terkadang sistem pendidikan di negara ini juga lebih mementingkan nilai, alih-alih proses yang dijalani siswa. Banyak pula kasus-kasus tak bermoral seperti korupsi yang dilakukan oleh orang-orang pintar negeri di negri ini dan lagi-lagi untuk apa kepintarannya jika hanya merugikan masyarakat?

Jika ditelisik, pintar itu adalah sebuah sikap, bukan sebagai perbandingan angka. Tidak semua siswa yang mendapat 100 di ujian matematikanya bisa menyelesaikan masalah kehidupan yang harus diselesaikan tanpa rumus. Pintar adalah bagaimana seseorang menempatkan dirinya untuk terus memperbaiki kegagalan dan mengevaluasinya untuk memutuskan sesuatu. Kegagalan tidak bisa selamanya kita hindari dari hidup ini. Oleh karena itu, yang bisa kita lakukan adalah mempelajari kegagalan tersebut agar tidak mengulangi kesalahan yang sama. Kegagalan yang dimaksud bukan hanya kegagalan yang dialami diri sendiri melainkan juga kesalahan yang dilakukan orang lain.